Kue Apang di Kaju Sibulue Bone  (Kisah Perjalanan sehari Amure)

Advertorial107 Dilihat

Penulis : A M U R E

25 Juli 2023

LEPASNEWS.COM BONE – Setelah mengkosulidasikan berbagai persiapan teknis, pukul 03.00 dinihari aku masuk tidur di kamar hotel Sarlim. Hotel bagus ini juga jadi markas besar pak Prof.A. Nurdin Halid.  Sarlim adalah milik adik perempuan Prof. NH, mantan Kadis Pendidiksn Bone. Dan saat ini masih menjadi Ketua Muslimat NU Bone.

Pagi, aku keluar menemui teman-teman yang sudah hadir persiapkan beberapa tekhnis pertemuan hari ini dengan masyarakat Bone. Absensi, spanduk dan speaker aktif.

Jelang siang, pukul 10.00 WITA ditemani Pak Rusdi, sahabag Umar Parengrengi, dik Sabri, 3 orang asisten dari Jakarta, Makassar dan Parepare, serta Tuan Guru AntoSyambani Adam melakukan Reses dan pemberian sertifikat simbolis kepada siswa sekolah di Kelurahan Toro.

Pertemuan diikuti 143 orang ibu-ibu orang tua siswa, hanya 5 orang pria yang hadir di rumah seorang warga. Sangat ribut, saat Amure bicara, mereka juga bicara, terutama tuan rumah, seorang perempuan kecil yang selalu berdiri ngatur-ngatur.

Jadi aku kerap menghentikan pembicaraan, sampai mereka berhenti diskusi lokal. Ruang  tamu yang tidak terlalu besar memang menimbulkan suasana berdesakan dan panas. Ada aroma khas ibu-ibu,  berjarak setengah meter tempatku duduk di lantai, aroma bawang putih.  Aku godain, mari dekat dengan Amure ibu-ibu. Saya tidak sebbung.

Aku pulang ke hotel untuk sholat dan ganti pakaian,  kemudian menuju ke Desa Cellu  untuk kembali lakukan penyerahan PIP.  Sampai di sana, sudah kumpul sekitar 50 ibu-ibu di samping Kanan sebuah rumah. Ada sekitar 60 kursi.

Aku masuk duduk di kursi tamu di bawah spanduk Reses. Dan ternyata teman-teman Tim Amure belum datang.  Mereka singgah makan siang di Bajoe. Hebat, Amure sendiri belum makan pagi dan siang.

Acara dimulai setelah berkumpul sekitar 100 orang peserta. Absen terisi 101 orang, banyak ibu-ibu duduk di lantai teras samping rumah.  Aku lakukan orasi dan penyerahan bea siswa secara simbolis. Ditutup dengan poto dan pengambilan video.

Jadwal berikutnya adalah reses di desa Kading. Namun; batal dilaksanakan  karena Pak Kades Kading ada acara mendadak, dan perangkat desa tidak akan lakukan pertemuan tanpa kehadiran pak Kades. Aku mengajak teman-teman ke Kaluku Resto untuk istirahat.

Sekitar pukul 16.30 sahabat  Umar mengajak berangkat ke Desa Tunreng Tellue. Aku sempat berbaring  dan  tertidur sekitar 30 menit di kaluku resto yang enak nasi gorengnya itu.  Kami berangkat dengan 4 kendaraan. Kendaraaan yang ditumpangi  sahabat Umar alami gangguan mesin sehingga harus berhenti dan pindah mobil lain.

Tiba di rumah sahabat Ali Arham, seorang aktifis dan caleg DPRD Bone.   Kursi di depan dan samping rumah sudah penuh di bawah tarub baruga. Ada sekitar 250 kursi. Musik qasidah  dan Mars PKB diputar dengan suara keras.

Ada 40 orang anak-anak kecil bermain di sekitar kursi di bawah tarub. Awalnya aku heran, darimana asalnya bocah-bocah ini. Ternyata mereka adalah siswa SD penerima PIP.

Usai sholat Magrib berjamaah di rumah tetangga shb. Ali, kecuali saudara Edy, dan saat ditanya oleh pemilik rumah kenapa bapak satu itu tidak sholat, Tandrawali menjawab “Edi itu orang Kristen dari Mamasa Sulbar, jadi tidak sholat”.  Edi sangat marah tapi tidak bisa berkutik.

Suguhan minuman Sarabba yang kental, kue bolu, bakpao dan pisang goreng mendahului dilahap rombongan Amure sebelum santap malam yang lauknya dahsyat. Aku lihat udang goreng besar, kepiting besar, segala macam ikan. Aku masih gatal-gatal, jadi hanya makan sepotong ikan bandeng goreng.

Usai makan malam, adzan Sholat Isya berkumandang, tamu dari berbagai penjuru bahkan dari desa bersebelahan berdatangan. Aku lihat panitia mendatangkan 100 kursi tambahan yang diturunkan dari truk kecil.

Puncak acara setelah sambutan sahibul bait, ustadz Ali yang sangat bagus dan shb. Sabri sebagai MC dengan narasi uluada Lontara di susul sambutan Kades Tunreng Tellue yang sangat belia dan  cakep, seorang sarjana hukum dengan nama Jawa. Dia memaparkan kondisi Desa yang masih memerlukan support dan dana desa yang masih terbatas. Dia kades baru yang mengalahkan Andi Jaya,  ponakan Amure, putri dari Daeng Saje (Andi Sajerah).

Aku menuturkan masa kecil Amure di desa Kaju, yang kemudian berubah nama menjadi Desa Tunreng Tellue. Saat libur sekolah mendatangi rumah tanteku Petta Tasa dan pamanda H. Andi Ibnu Hajar Petta Nudji  (ayahanda Jenderal Andi Ghalibe), amure lupa gelar Opunya, beliau semua adalah keluargaku dari Kedatuan Luwu. Aku ikut maringngala, panen padi,  pakai anai-anai di sawah yang sangat luas milik keluarga.  Menukar segenggam padi dengan kue apang yang besar, sering  diikutkan pergi menjala ikan di laut.

Perahu motor menelusuri sungai sampai masuk ke laut lepas. Pergi ke dusun Pasaka memetik mangga dan kacang. Sungai di Kaju jernih, belum ada jembatan saat itu. Belum  terpolusi, karena belum dicemari limbah.  Pabrik gula Arasoe yang mesin-mesinnya dari Chekoslowakia belum dibangun. Kakakku, H. Andi Tsauban Ramly, yang pernah 22 tahun kuliah dan kerja di Belanda dilahirkan di desa Kaju ini. Konon tali pusarnya saat lahir tidak ditanam, tapi dialirkan di Sungai Kaju. Mungkin karena itu perjalanan hidupnya jauh merambah ke manca negara.

Masa beliaku  di Kaju diisi dengan main dan berkelahi.   Aku dijaga oleh sepupu-sepupuku yang lebih tua, Andi Pangeran, Andi Mappasere, yang setelah Amure di Jogjakarta dengar kabar, Daeng Sere kerjanya kawin melulu, bahkan pernah jadi DPRD Bone dari PAN. Sementara kakakku daeng Erang (Pangerang) menjadi aktifis jamaah tablig, setelah kembali dari Malaysia.

Saat ceramah Amure berlangsung, tamu semakin ramai dan penuh sesak, sudah lebih 500 orang dan sebagian berdiri tidak kebagian kursi.  Aku  undang seorang Ibu tua 83 tahun, tampil di depan hadirin, Hajjah Naidah memberikan testimoni sambil terseduh “saya Hajjah Naidah, menjadi pattarana Andi Awi saat kecil di Kaju”. Panggilan kesayangan keluarga kepadaku adalah Awi.

Alhamdulillah antusiasme ibu-ibu peserta reses, 600 orang tidak dihitung anak-anak penerima bea siswa.  Ketawa dan tepuk tangan  sepanjang 3 jam berlangsung meriah. Aparat  Babinsa dan perangkat desa serta tokoh masyarakat menyebut inilah reses terbesar yang pernah dilakukan di desa Tunreng Tellue oleh Anggota DPR RI.

Amure dan rombongan kembali ke hotel Sarlim waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 tengah malam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *